Penyebab Demo Petani Di Prancis
Petani Prancis Ngamuk Tolak Perjanjian UE-Mercosur
Petani Prancis menggelar protes besar di Limoges, menentang perjanjian UE-Mercosur. Mereka menuntut bantuan sosial setelah hasil panen terpengaruh cuaca buruk.
Demo Besar-besaran Bikin Prancis Kekurangan Minyak hingga Listrik Padam
Demonstrasi besar-besaran terjadi di Prancis. Setidaknya 1,28 juta orang turun ke jalan protes rencana pemerintah menaikkan usia pensiun dari 62 jadi 64 tahun.
Pameran Pertanian Internasional tahunan Prancis, yang dimulai di Paris pada akhir pekan lalu, merupakan acara penting bagi para politisi negara itu. Pameran kali ini juga menjadi ujian, apakah konsesi yang diberikan pemerintah bisa meredam gejolak protes petani di negara itu.
Para petani Prancis berdemonstrasi menentang rendahnya pendapatan dan terlalu banyaknya urusan birokrasi. Selama berminggu-minggu hingga awal bulan Februari dan kemudian pada awal pameran: Presiden Emmanuel Macron disambut demonstrasi para petani dengan cemoohan. Beberapa dari mereka menyerbu tempat pameran dan dengan keras menyerukan pengunduran diri Macron. Terjadi bentrokan dengan polisi dan pembukaan pameran tertunda beberapa jam.
Macron kemudian memberi janji-janji baru. Respons pemerintah ini sekali lagi menunjukkan betapa besarnya kekuasaan yang dimiliki petani di Prancis – karena alasan historis dan terkini, meskipun sektor tersebut hanya menyumbang sekitar 1,6 persen produk domestik bruto Prancis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prancis membela para petaninya di Uni Eropa
Presiden Emmanuel Macron pun membawa tuntutan para petaninya ke Uni Eropa di Brussels. Dia mendapatkan pelonggaran peraturan Uni Eropa yang mewajibkan petani membiarkan empat persen lahan mereka tidak digarap untuk melindungi keanekaragaman hayati.
Selain itu, bea masuk kini akan dikenakan pada impor dari Ukraina dalam kasus tertentu. Sejak awal invasi Rusia, semakin banyak ayam, telur, dan gula murah yang berdatangan dari sana. UE telah menetapkan koridor ekspor untuk menggantikan rute ekspor lain yang diblokir akibat perang.
Pemerintah Paris juga menentang perjanjian perdagangan bebas antara UE dan anggota kawasan perdagangan bebas Amerika Latin Mercosur, yang telah dinegosiasikan selama 20 tahun. Ini termasuk Argentina, Brazil, Paraguay, Uruguay, Bolivia dan Venezuela, serta beberapa negara afiliasinya.
Para petani khawatir kesepakatan ini akan menciptakan persaingan tidak sehat. Komisi UE beberapa saat kemudian mengumumkan bahwa "persyaratan untuk menyelesaikan negosiasi belum terpenuhi".
Bagi David Cayla, seorang dosen ekonomi di University of Angers dan anggota kelompok sayap kiri The Dismayed Economists, perjanjian perdagangan bebas sebenarnya bukan ide yang baik.
"Di Amerika Selatan, biaya tenaga kerja dan peraturan lingkungan hidup lebih rendah," kata Cayla kepada DW. "Pertanian menjadi lebih besar karena terdapat lebih banyak lahan yang tidak berpenghuni di sana. Dengan sedikit usaha, orang dapat menanam lebih banyak secara keseluruhan, sehingga memberikan keunggulan kompetitif lebih lanjut kepada petani di sana."
Kekuasaan petani didasarkan pada alasan struktural
Bagi Faustine Bas-Defossez, kepala departemen alam, kesehatan dan lingkungan hidup di Biro Lingkungan Eropa (European Environmental Bureau) yang bermarkas di Brussels, sebuah jaringan organisasi nonpemerintah yang menjangkau sekitar 40 negara, reaksi polisi terhadap protes tersebut juga menunjukkan hasil yang baik.
"Pihak berwenang bereaksi terhadap gerakan protes besar-besaran lainnya seperti yang menentang reformasi pensiun tahun lalu dengan pentungan dan gas air mata," katanya kepada DW. "Tetapi ketika sekitar 12.000 petani memblokir jalan di seluruh negeri selama beberapa minggu, polisi membiarkan mereka melakukannya." Pihak berwenang hanya menangkap beberapa demonstran ketika mereka memasuki pasar grosir internasional Rungis di selatan Paris. "Hal ini menunjukkan betapa kuatnya lobi petani dalam sistem politik di semua tingkatan – baik melalui sektor pertanian, maupun karena banyak politisi lokal juga merupakan petani," kata Bas-Defossez.
Pierre-Marie Aubert, yang merupakan direktur departemen kebijakan pertanian dan pangan di Institut Pembangunan Berkelanjutan dan Hubungan Internasional Paris, bahkan memaparkan gagasan manajemen bersama. "Pemerintah memutuskan kebijakan pertanian bersama dengan serikat petani terbesar FNSEA, yang mewakili sekitar seperempat petani. Hal ini telah terjadi selama 50 tahun, termasuk di negara lain seperti Jerman. Hal ini disebut 'keistimewaan pertanian '," jelasnya kepada DW.
Struktur organisasi yang relatif jelas dan jumlah petani yang terbatas memberikan keuntungan dalam hal lobi atau perundingan dibandingkan gerakan protes lainnya, yang sering kali melibatkan sejumlah besar serikat pekerja.
Legitimasi: Pencari nafkah rakyat
"Para petani juga berkuasa karena mereka adalah pemilik tanah – mereka mewakili basis negeri," tambahnya.
"Kemampuan untuk memberi makan masyarakat merupakan bagian integral dari legitimasi negara. Hal ini terlihat dalam kerusuhan kelaparan tahun 2007 di sekitar 40 negara. Epidemi korona dan perang di Ukraina semakin menyoroti betapa pentingnya pertanian seseorang, agar tidak terlalu bergantung pada rantai pasokan."
Mempertimbangkan demonstrasi yang terjadi baru-baru ini, pemerintah dengan cepat memberikan kelonggaran yang besar - yang diperluas sesaat sebelum pameran untuk mengantisipasi munculnya aksi protes baru.
Perjanjian ini menjanjikan pengurangan beban administratif, subsidi tambahan bagi petani anggur yang mengalami kesulitan keuangan, pemberian keringanan pajak untuk bahan bakar diesel pertanian, dan penerapan undang-undang yang lebih baik, yang dimaksudkan untuk menjamin harga grosir yang adil. Pemerintah juga menghentikan langkah-langkah untuk mengurangi penggunaan pestisida.
Sektor pertanian "membutuhkan strategi berkelanjutan"
"Petani Perancis mencoba memanfaatkan gelombang sentimen anti-Uni Eropa – meskipun mereka sendiri adalah penerima manfaat terbesar dari kebijakan Pertanian Bersama (CAP) Uni Eropa," jelas Bas-Defossez. "Kesepakatan Hijau Eropa (European Green Deal) untuk transisi menuju masyarakat berkelanjutan telah menjadi kambing hitam, meskipun peraturannya di sektor pertanian belum dilaksanakan."
Harriet Bradley, dari lembaga think tank Institute for European Environmental Policy di Brussels, juga melihat hal ini dengan penuh keprihatinan. "Tentu saja kami memahami bahwa petani menghadapi tantangan ekonomi dan sosial, namun menuruti tuntutan mereka untuk mengurangi peraturan lingkungan adalah tindakan yang tidak bijaksana. Kita memerlukan strategi berkelanjutan jangka panjang yang memungkinkan petani untuk bertahan hidup, bahkan dalam cuaca ekstrem," katanya kepada DW.
Namun hal itu hanya mungkin terjadi jika ada satu syarat, tambah Aubert: "Kita harus menciptakan sistem yang menguntungkan secara ekonomi, untuk memproduksi dengan cara yang lebih ramah lingkungan - jika tidak, tidak ada seorang pun yang mendapatkan insentif dalam melakukannya." (ap/hp)
Para petani Prancis membuang tanah dan sampah di depan gedung pemerintah lokal di Brittany.
Ini merupakan bagian dari protes secara nasional pada Kamis (25/1), yang kini memasuki pekan kedua, dan menuntut perlindungan pemerintah bagi mereka dari komoditas impor yang murah, kenaikan biaya dan birokrasi.
Aksi ini menghadirkan tantangan besar pertama bagi perdana menteri yang baru, Gabriel Attal.
Jean-Jacques Pesquerel, ketua persatuan petani lokal di Rennes, Brittany mengatakan bahwa demo itu mereka lakukan karena petani harus selalu mematuhi lebih banyak aturan. Mereka selalu dituntut lebih banyak tetapi memperoleh semakin sedikit, sehingga tidak bisa memenuhi biaya hidup dengan bergantung pada pekerjaan mereka.
“Hari ini, kami meminta otoritas untuk memahami bahwa pertanian adalah penting, bahwa kedaulatan pangan berada dalam bahaya, dan bahwa kita tidak bisa menuntut petani menghasilkan panen yang berkualitas, atau bahkan makanan yang berkualitas super, tetapi di sisi lain pemerintah mengimpor produk yang tidak sesuai dengan standar Prancis sama sekali. Ini tidak bisa dibiarkan, tidak sama sekali,” kata Pesquerel.
Sementara PM Attal mengumpulkan para menteri senior, dengan tujuan akan mengumumkan sejumlah proposal yang konkrit pada Jumat (26/1), para petani telah menutup jalan-jalan utama di Prancis, yang merupakan produsen pertanian terbesar di Uni Eropa.
Pada Kamis, para pendemo telah sampai di perbatasan Paris, dengan traktor memimpin dengan kecepatan rendah pada jam sibuk lalu lintas di dekat Versailles.
Sejumlah persatuan petani telah mengancam untuk memblokade ibu kota.
Philippe Chalmin, pakar ekonomi dari Universitas Paris Dauphine mengatakan bahwa pemerintah tidak akan mampu untuk menyelesaikan semua persoalan.
“Jadi, situasinya tidak berbeda dengan sejumlah negara Eropa lain, dan karena itulah cukup sulit bagi pemerintah untuk menjawab tuntutan petani itu, karena tidak ada lagi kemungkinan pemerintah bisa menetapkan harga-harga,” kata Chalmin
Dia juga menambahkan, “Dan bahkan, harga-harga itu tidak lagi tergantung pada industri atau pengecer, karena kita memiliki harga yang berlaku di Eropa dan bahkan dunia. Karena itulah, petani kecil, usaha pertanian kecil dan sejenisnya, harus bertahan dengan ketidakstabilan dan bahkan harga-harga produk pertanian dunia yang mudah berubah.”
Kekhawatiran besar lainnya, para petani khususnya dalam sektor peternakan sapi perah, memiliki ketakutan bahwa mereka akan berada di ujung tanduk, terkait upaya menurunkan harga karena pemerintah mencoba untuk mengurangi inflasi.
Dan para pengecer Prancis menghadapi kemacetan dalam negosiasi harga tahunan dengan para pemasok, sementara pemerintah ingin perundingan ini diselesaikan pada akhir bulan ini. [ns/jm]
Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Selasa, 5 September 2023
Senin, 4 September 2023
Petani di Spanyol dikabarkan melakukan demonstrasi besar-besaran bahkan sampai memblokade jalan. Protes dilakukan sebagai solidaritas untuk rekan-rekan mereka di Uni Eropa (UE) yang mempersoalkan kondisi pertanian Benua Biru.
Para petani Spanyol disebut memblokir lalu lintas di beberapa jalan raya utama negara itu pada Selasa (6/1). Mereka mengeluhkan tingginya biaya pertanian, kerumitan birokrasi, hingga kerasnya persaingan dari negara-negara non-UE.
"Dengan corak yang berbeda, di seluruh Uni Eropa, kita menghadapi masalah yang sama," ucap Wakil Presiden Agricultural Young Farmers Association (ASAJA), Dinaciano Dujo, dilansir dari Reuters, Selasa (6/2/2024). ASAJA adalah salah satu asosiasi petani terbesar di Spanyol.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
ASAJA dan asosiasi lainnya telah menyerukan protes sejak Kamis (1/2/2034), namun para petani baru turun ke jalan hari ini. Menggunakan traktor, para petani disebut menyebabkan gangguan lalu lintas di seluruh penjuru Spanyol, mulai dari Seville dan Granada di selatan hingga Girona dekat perbatasan Perancis.
Di Girona, sejumlah traktor terlihat berkumpul menjelang hari protes. Mereka membawa plakat bertuliskan 'tanpa petani tidak ada makanan'. "Pedesaan sudah muak," kata Dujo.
Dujo mengatakan pihaknya menuntut peraturan yang dinilai tidak berpihak kepada petani. Aturan itu dinilai membuat mereka kurang kompetetif dibandingkan para petani di kawasan lain seperti Amerika Latin atau negara-negara di Eropa yang tidak bergabung dengan UE.
Dalam sejumlah hari terakhir, suhu protes diketahui semakin meningkat. Di Perancis dan Belgia, sejumlah petani yang melakukan blokade dikabarkan bentrok dengan polisi.
Jangan menyerah begitu saja pada Mercosur
Produk budaya tidak dipandang sebagai barang komersial biasa dan tunduk pada perlindungan khusus negara - berlaku aturan proteksionis khusus. Pemerintah Prancis juga baru-baru ini melontarkan gagasan kerangka serupa untuk petani. "Hal ini dapat melindungi pertanian dan mengarah pada pendeknya rantai pasokan," kata Cayla.
Namun, seorang pprofesor kebijakan pertanian UE di fakultas ekonomi Trinity College di Dublin, Irlandia, Alan Matthews, percaya bahwa kesepakatan Mercosur jelas bermanfaat.
"Tambahan impor pertanian relatif terbatas dari segi kuantitas, dan terutama dalam situasi geopolitik yang tegang saat ini, misalnya jika menyangkut Rusia, kita harus berdagang dengan belahan dunia lain," katanya kepada DW.
Pakar pertanian Aubert melihat konsesi mengenai Mercosur sebagai tanda keprihatinan terhadap pengaruh politik petani, juga menjelang pemilu Uni Eropa yang dijadwalkan pada bulan Juni mendatang. "Di Belanda, partai petani baru dapat membantu kelompok ekstrem kanan untuk berkuasa. Di Jerman, ekstremis sayap kanan dikatakan telah menyusup ke gerakan petani, dan politisi sayap kanan Perancis Marion Marechal-Le Pen, keponakan dari mantan calon presiden Marine Le Pen, tidak pernah terlibat dengan petani tanpa alasan. "Bukan hanya kaum populis yang menyadari bahwa pertanian bisa menjadi isu sentral dalam pemilu, seperti halnya imigrasi."